It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

Selasa, 29 Juli 2008

Cerpen: SUARA MISTERIUS

Hari itu Senin kedua bulan Oktober, persis pukul 20:34 WITA. Pesan misterius muncul pertama kali dalam handphone lewat short message service (SMS). Namun tak seorang pun yakin mengapa jam dan hari itu jatuh sebagai pilihan. Dalam banyak peristiwa aneh, reaksi spontan manusia adalah kesangsian, ketidakpercayaan. Bahkan manusia sering tak mempercayai pancainderanya sendiri.

Made Daroba berada di ruang keluarga sendirian, sedang membaca koran-koran edisi hari itu sambil menyimak siaran humor Mister Tulalit lewat radio sakunya. Siaran humor adalah pengganti kehadiran isterinya yang kini studi-lanjut di Melbourne. Seperti biasa, sebagai orang supersibuk, dia hanya membaca cepat berita-berita penting dalam koran. Sesekali dia menyeruput kopi hangatnya, dan terpingkal-pingkal sendiri akibat humor Mister Tulalit. Tiba-tiba suara Mister Tulalit memudar dan menghilang; dan hand-phone Daroba berirama Tari Kecak pertanda ada SMS masuk, yang berbunyi:
Ini Aku Tuhan. Hidup telah bersiklus sesuai hukum penciptaan. Namun, karena kalian, hai manusia, sudah menuju penghancuran diri, Aku mesti turun tangan. Dalam sepekan ini Aku hendak bersama kalian.
Daroba terbengong sejenak. Dikucek-kuceknya matanya. Itu bukan pesan SMS, malah long message service. Mengherankan, karena handphone-nya mampu memuat pesan panjang. Namun tak terlintas di benaknya, isterinya telah menggodanya lewat SMS. “O ya, barangkali anakku telah mengirimkan pesan ini.”
Segera Daroba naik ke lantai dua, menuju kamar anak perempuannya. Ni Putu Daroba Putri (12), bersila di lantai, sedang memencet-mencet handphone-nya yang sedang macet.
“Anak cantik, kamu kirim SMS ke ayah ya?”tuntut Daroba.
Ndak lah,”sahut yang ditanya. “Orang lagi ngadat begini, masak kirim SMS?”
Daroba penasaran. Bergegaslah dia menemui tetangganya, Wayan Gotawa.
“Pak Wayan,”ujarnya kemudian. “Bapak dapat kiriman SMS aneh?”
“Hei, jadi…Bapak juga dapat SMS itu?” tanya Gotawa keheranan. “Siapa pula pengirimnya? Usil banget dia.”
Karena masih penasaran, Daroba melesat menemui tetangga asal Jawa, Pak Wisnu namanya. Tetangga lain, Dulgemuk, juga tergopoh-gopoh ke rumah itu.
“Pak Wisnu, apa tadi ada pesan aneh di hape, Bapak?”
Pak Wisnu tampak terkejut. “Jadi, sampean di hape? Saya lihat di tivi…”
“Saya dengar di Global FM, pas ada lagu ‘SMS’. Eh, tiba-tiba ganti pesan aneh itu…”sahut Dulgemuk, bersungut-sungut. Maklum, kebiasannya berjoget ‘goyang ngebor’ bisa sangat terganggu karenanya.
Mereka saling berpandangan, lama. Desau angina malam dan gonggongan Robin, anjing tetangga sebelah, seakan mentertawakan mereka. Lalu, mereka menggeleng-geleng sebelum kemudian mengeloyor pergi.
Ternyata Denpasar bukan kota satu-satunya yang dirambah pesan misterius itu. Pagi harinya masyarakat umum tahu bahwa pesan itu telah merebak luas seantero Bali dan disampaikan dalam multibahasa. Lewat handphone, televisi, dan radio. Orang Bali mendapat pesan dalam bahasa Bali, orang Jawa dalam bahasa Jawa, dan orang China dalam bahasa Mandarin. Singkatnya, pesan itu dipahami oleh siapapun penerimanya.
Namun semua orang penasaran siapa yang telah mengirimnya. Penulis editorial AnuPost menduga begini: Sangat mungkin seorang handphone hacker telah sengaja menyabotase dan membajak frekwensi satelit jaringan telpon seluler translokal Bali selama beberapa detik. Dalam waktu bersamaan si pengirim telah menyabotase frekwensi televisi dan radio, lalu menyisipkan pesannya secepat kilat. Sebuah kreativitas yang nakal!
Selasa petang, tepat pukul 20:34 WITA sebuah pesan baru kembali menyapa:
Kalian jangan cemas. Aku hanya meyakinkan kalian bahwa Akulah Tuhan. Dan bahwa Aku sedang bersama kalian sepekan ini.
Tatkala pesan itu menyapa, seluruh handphone otomatis mengeset sendiri, dan memampangkan pesan itu pada monitor. Siaran televisi tentang dunia selebritis tiba-tiba padam dan, setelah permohonan maaf atas kesalahan teknis, muncullah pesan itu. Begitu pun radio. Mereka yang enak-enak menikmati siaran radio kesayangannya, tiba-tiba terkejut menyimak pesan tersebut mengalun penuh wibawa. Memang tak sedikit orang yang jengkel akibat pesan itu. Namun, tampaknya tiada sebersit pun pertanda muslihat dan penipudayaan.
Dikerahkanlah ahli-ahli program dan teknisi asosiasi telepon seluler, stasiun televisi dan radio untuk mengecek barangkali ada kesalahan teknis. Hasil konfirmasi menunjukkan tiada sesuatu pun yang salah, terkecuali di kawasan pulau Bali. Detektor mereka tak mampu melacak mengapa hanya Bali yang mengalami ‘gangguan’ frekwensi sehingga pesan misterius itu menyusup ke handphone, televisi dan radio setiap orang.
Hari Rabu. Koran-koran lokal—AnuPost, BabibuPost, dan OkePost—menurunkan ulasan berlembar halaman tentang pesan misterius itu. Namun isinya masih berupa gambaran dan narasi spekulatif. Tidak ada yang berani menyimpulkan apakah pengirim pesan itu laki-laki atau perempuan. Seorang guru bahasa juga gagal memahami apakah itu dikirim orang kelahiran Singaraja dan pernah kuliah di Universitas Udayana misalnya. Dialek dan logatnya sulit dikenali dengan persis, karena menyesuaikan dengan bahasa penerimanya.
Seorang profesor logika hanya berkomentar singkat,”Andaikata benar-benar Tuhan yang berfirman, maka Dia tak perlu menggunakan medium SMS, tivi atau radio.”
Para pemimpin Hindhu lebih berhati-hati dan rendah hati dalam pernyataannya. “Kalaupun toh bukan Tuhan,”seloroh seorang Pedanda, ”Itu jelas memperingati kita: Tentang sesuatu yang terlupakan oleh kebanyakan dari kita. Syukurlah, Tuhan di sini bersama kita sekalian.”
Sebuah upacara (ritual) dihadiri umat secara antusias. Mereka juga ingin mengetahui siapa sebenarnya pengirim pesan misterius itu. Setidaknya, menurut mereka, Pemangku (tokoh ritual setempat) akan mampu menjelaskan makna gejala alam yang aneh itu. Ketajaman batin Pemangku pasti mampu membaca tanda-tanda zaman yang tak rasional sekali pun. Dalam penasaran mendalam itu, handphone mereka bergetar—mungkin di rumah televisi dan radio mereka juga berkerosok—dan memunculkan sebuah pesan pendek:
Demi Surga, inilah Aku.
Persis pesan-pesan sebelumnya, pesan ketiga ini juga menyusup ke handphone siapa saja—bermerek dan berkartu apa saja. Juga stasiun televisi dan radio apa saja. Semua ini mengesankan kemungkinan teka-teki mengapa Tuhan mengunakan medium handphone, televisi dan radio. Andaikan Tuhan menggemakan pesan itu langsung dari angkasa, mungkin akan menimbulkan kepanikan hebat di sana-sini. Padahal semua orang, pembantu sekalipun, sudah mengantongi handphone. Demikian juga televisi dan radio, semua orang memilikinya. Nah, inilah petunjuk alangkah Tuhan maha bijaksana dan penuh perhatian.
Tuhan maha tahu tentang psikologi sosial manusia. Sepotong pesan “Demi Surga, inilah Aku” yang ringkas itu memperkaya keimanan manusia-manusia yang mau berpikir dan menyadari kelemahannya. I Nyoman Sabara, seorang petani dari kawasan Selamadeg, berkomentar polos begini: “Tuhan memang sedikit bicara. Itulah Dia.”
Hari Kamis. Dipakailah cara lain sebagai pilihan: Suatu pertontonan berbagai keajaiban untuk mereka yang bebal. Keajaiban demi keajaiban terjadi di berbagai pelosok pulau Bali. Pil-pil putaw yang dimiliki para pengedar dan pecandunya berubah jadi permen cokelat. Pabrik miras di Tabanan tiba-tiba berubah jadi pabrik penyulingan air bersih. Senjata-senjata yang siap untuk bentrok fisik antar geng pemuda tiba-tiba lenyap dan berubah menjadi senjata plastik. Gambar-gambar cabul yang tersaji di seluruh warnet tiba-tiba terganti dengan puisi-puisi. Orang-orang miskin tiba-tiba menemukan uang banyak di saku baju dan celananya. Di tembok-tembok orang kaya terpampang tulisan: “Sebagian hartamu adalah hak fakir miskin.” Perampok, penjudi, pencopet dan para kriminal tiba-tiba kehilangan selera melakukan aksinya!
Keajaiban-keajaiban itu ternyata berpengaruh luas. Pihak-pihak yang gemas atas pesan misterius itu menjadi semakin geram. Manusia yang paling geram di Bali adalah Mr. Big Boss, si pentolan Serikat Bandit se-Bali (SBB). Dia memerintahkan seluruh bandit di berbagai pelosok Bali untuk bergegas kumpul di Denpasar untuk menggelar unjuk rasa besar-besaran.
Pesan Tuhan pada Kamis 20:34 agak panjang….
Simaklah baik-baik. Setiap kerikil dan setiap tetes air adalah suatu keajaiban. Namun, karena kalian bebal untuk mengaguminya, maka Aku terpaksa menunjukkan keajaiban yang menuntut pencabutan hukum alam. KehendakKu mesti jadi petunjuk betapa Aku pun perlu membatasi kekuasaanKu sendiri. Namun, sayang, semua itu tidak meyakinkan kalian yang keras hati. Karena itu, besok, Jumat, Aku akan pertontonkan keajaiban besar menjelang tengah hari. Dan, tepat tengah hari, Aku akan menggelapkan Bali dan kalian semua selama dua jam.
Tersebarnya pesan Kamis-malam itu melenyapkan segala keraguan. Berjuta manusia percaya bahwa pesan itu suara Tuhan. Seluruh umat Hindhu siap-siap bersemedi dan berdoa habis-habisan, dan tiada satu pura pun yang tidak dikunjungi umat. Seluruh umat Kristiani tak henti-hentinya melantunkan puji-pujian di gereja-gereja, dan tak sedikit yang berniat berziarah ke Vatikan. Seluruh Muslim se-Bali juga bersiap untuk istighosah di masjid atau berniat pergi ke Mekah untuk melakukan umrah. Di kampung China juga terdengar derak-derak letusan mercon. Dan pengikut Sekte Blo’on serta merta membungkus diri dengan kain hitam, berkumpul di atas sebuah bukit Trunyan, menanti keberakhiran dunia yang segera tiba!
Tuhan telah berjanji mempertontonkan keajaiban-keajaiban besar sesaat sebelum tengah hari, dan itu tentu teramat hebat. Di Pasar Sukowati pakaian dan kain yang dipajang tiba-tiba terbang ke angkasa membentuk tulisan “Berbagilah dengan si miskin”—dan lembar per lembar terbang menuju para miskin dan gelandangan. Timbunan buah salak di Pasar Sanglah tiba-tiba melesat ke udara dan membentuk daun waru dengan tulisan,”Kalian adalah saudara.” Papan nama gedung-gedung plaza tiba-tiba lenyap dan digantikan tulisan “Pasar Tradisional Murah.” Seluruh pasien rawat inap di rumah-rumah sakit, atau yang rawat jalan, memperoleh kesembuhan total. Dan, para pasangan kumpul kebo, yang menginap di Kuta Bali Beach Hotel, tiba-tiba menelpon tokoh agama setempat untuk segera menikahkannya.
Bukan itu saja. Tempat-tempat tujuan wisata berubah wajah yang penuh pesona: Tanah Lot memancarkan sinar keemasan yang menyilaukan, Pantai Sanur dan Lovina dilapisi hamparan pasir keperak-perakan, dan museum-museum seni dipenuhi pernik-pernik intan gemerlapan. Di tempat lain para napi LP Kerobokan perlahan keluar sel, dan dibiarkan petugas lapas, berdiri di pinggiran jalan untuk aksi bagi bunga.
Sementara itu, rombongan bandit SBB, yang sedianya akan berunjuk rasa, hanya berjalan membisu menuju lapangan Bajra Sandhi di Renon. Andaikata Tuhan mau, Dia bisa mengubah mereka menjadi malaikat bersayap dan sinar aura di atas kepala. Namun, itu tak dilakukan-Nya. Sebab jika demikian, mereka pastilah akan menghadapi rasa malu dan ketakutan luar biasa yang menimbulkan kepanikan. Ah, kepada bandit pun, Tuhan masih melimpahkan empati dan kasih sayang.
Benar, Tuhan mahabenar atas segala firman-Nya. Tepat tengah hari, pulau Bali benar-benar gelap gulita. Seluruh jaringan listrik padam. Sungguh gelap pekat. Telepon mati. Seluruh manusia menjadi kaku, diam laksana patung. Bahkan mata manusia kehilangan daya penglihatannya. Bali tak memiliki kehidupan….Bali menjadi sebuah pulau mati dalam kegelapan. Tak tanggung-tanggung…selama dua jam!
Seketika hari terang kembali, di sana-sini tampak orang-orang dengan aneka ragam kelakuan. Menangis. Tepekur. Bersemedi. Bersujud. Hari itu nama Tuhan paling banyak disebut-sebut orang, tidak pernah hal ini terjadi sebelumnya. Gurat-gurat penyesalan tergambar di wajah-wajah yang sendu dan layu. Seakan mereka sedang mengabaikan kehidupan duniawi, dan hanya menyerahkan diri untuk kehidupan alam lain.
Pesan Tuhan pada Jumat 20:34 petang dicurahkan untuk mengungkap masalah yang selama ini terabaikan:
Demi Surga, simaklah nurani kalian. Nurani adalah sumber kebajikan. Maka lakukan apa yang dibisikkan nurani kalian. Camkanlah. Selamat malam.
Hari Sabtu, hari yang paling sibuk. Nurani yang telah lama terkubur kini tumbuh berkembang bagai rerumputan di musim hujan. Bayangkan, berpuluh pejabat korup—baik Eksekutif, Legislatif, atau Yudikatif—segera mengundurkan diri dari kekuasaannya. Mereka menanggung malu luar biasa, dan berniat mengembalikan harta hasil korupsinya. Sebuah kartel Rentenir Bank tiba-tiba memutuskan keluar dari dunia bisnis, sebab para manajernya merasa bahwa metoda-metoda mereka (yang licik itu) sudah usang dan tak layak terap lagi. Ratusan bisnisman kecil, yang suka curang, juga mengalami perubahan kondisi hati yang sama.
Orang-orang yang berdosa memanfaatkan hari Sabtu untuk berbuat sebaik-baiknya: Meminta maaf kepada orang-orang yang pernah disakiti, mengembalikan buku curian ke perpustakaan, melunasi utang yang tertunggak lama, atau mengirimkan paket hadiah untuk kerabat mereka di panti jompo, dan sebagainya. Mereka ingin menebus segala dosa dan kesalahan manusiawi. Semua ini sungguh suatu kejutan: Bali telah menjadi tempat yang amat menyenangkan, ramah dan bahagia laksana Pulau Surga menjelang Sabtu-malam.
Pesan Tuhan pada Sabtu malam merupakan pesan perpisahan-Nya. Di seluruh penjuru Bali stasiun televisi dan radio berlomba menyiarkan berbagai pujian dan ajakan untuk kembali kepada Tuhan. Semua handphone bersuara polifonik dengan kidung dan mantra perdamaian. Kemudian, serentak, hadirlah kesunyian, kehening-bisuan, dan lantas tepat pada 20:34 petang disusul suara halus yang membahana dari angkasa:
Wahai umatKu sekalian, sekarang Aku hendak pergi. Kalian akan dapati, masih tersisa banyak masalah yang mesti kalian hadapi. Kalian masih menanggung luka derita dan ketidakbahagiaan. Kalian juga masih perlu makan, pakaian, serta mengatur hidup kalian sendiri. Perlukah Aku katakan mengapa? Dengarlah, hakikatnya, bumi ini adalah sebuah sekolah. Hiduplah kalian, belajar dan belajarlah. Sekarang, selamat tinggal, dan sampai jumpa…
Pada hari Minggu ketiga bulan Oktober, kami menduga, Dia agaknya sedang beristirahat total di Singgasana-Nya. Sementara itu, kami masih dalam bayang-bayang teka-teki misterius.*
Denpasar, 5 Oktober 2006
Surabaya, 19 Januari 2008

Tidak ada komentar: