It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

Jumat, 01 Agustus 2008

Puisi: PERSAKSIAN BISU & SAJAK SANG WAKTU


Persaksian Bisu
Sengaja aku tulis sajak ini, mitraku
di bawah persaksian ruang-waktu
atas persuaan damai jiwa dan kalbu
sesetia riak dan gelombang bagi laut
laksana api dan baranya yang membiru:
Mitraku, tatkala embun berpagut angin pagi
dan beo-kenari senandungkan tembang hati,
mengapa kau termangu bersama onggokan pasir
asyik biarkan kepak kelelawar mengusir sepi?
Tak terasa sehari jatah usiamu telah kauambil
dari bank perkreditan ruh di istana Ilahi
yang telah kauteken sendiri jauh-jauh hari…
Ya, sehari jatah usiamu telah kauhabiskan
menggantang asap dalam fatamorgana makna:
Ya, ya, kau lagi istirah di sini mengarungi masa
dan mengukir tajam khayalan tak bertuan.
Namun, mitraku, mengapa kini kau masih termangu
tatkala siang sedang menyapa dengan untai seyum
dan insan-insan telah bertebaran ke sudut-sudut bumi
memburu impian yang masih tersisa kemarin hari?
Ataukah kau sedang menziarahi nisan peradaban
yang telah dicoreng arang oleh sepasukan setan
tanpa perlawanan dan perjuanganmu yang nir batas?
Ya, mestinya kau bangkit menenteng bendera perdamaian
dan rela menggendong sebakul anggrek atawa mawar
untuk senantiasa kaubagi-bagikan kepada sesama
dengan tulus ikhlas dan segala asa yang tak bertepian.
Lihatlah, jalan masih setia bukakan gerbangnya
bagi langkah-langkah kaki kokohmu yang tegap
yang tak ‘kan lekas penat oleh aral batu-batu tua;
karena puncak kesadaranmu adalah butir mutiara
untuk rela segera melaksanakan kata-kata bermakna.
Bangkalan, 24 Oktober 2000

Sajak Sang Waktu
Atas monumen perjanjian yang kian mempurba
aku t’lah berdenyut bersama debur samodera
bercengkerama dengan mentari, bulan, gemintang
dan berpagut masyuk dengan kecapi persada
untuk imbangi getar irama permainan insan.
Saat kau terbebas dari gua garba ummi
aku t’lah pahatkan indah relief prasasti
di lembar kitab hayatmu nan serba putih
agar kau sesekali ziarahi dengan nurani.
Sudah sekian warsa kautiti kiloan langkah
yang t’lah kautulis tebal dengan tinta emas
bersama panjatan doa dan asa tak berbatas.
Kini kunjungilah prasasti tua kelahiran
yang kaupahatkan atas kesaksian malaikat,
lalu bukalah jendela kalbumu lebar-lebar
dan tengoklah ke dalamnya dengan legawa:
Masihkah kaupunya mahkota kebebasan jiwa
laksana rajawali perkasa menjelajah angkasa?
Masihkah tongkat jiwa bebas merdeka
membimbing raga mengukir sesuatu bermakna?
Mungkin kaunggap aku telah memburumu.
Tidak! Tak pernah aku mengejar laju sampanmu;
Malah aku yang selalu menunggu dalam kecemasanmu
dan khusyu’ berdoa bersama ratusan bidadari di surga
agar perjalananmu cepat berlabuh di pantai harapan—
Sebab tugasmu bukanlah mengukur jarak tak berpangkal
atau menjajaki kedalaman samodera yang tanpa dasar.
Kini, ijinkanlah kepadamu aku ingatkan:
Dunia ini sekolah, hidup ini kitab pelajaran.
Maka bacalah ayat-ayat alam terukir di atasnya
untuk berlagu kebenaran, berlirik cinta kasih
dan bernada perdamaian yang menyejukkan.
Surabaya, 4-11 September 2000

Tidak ada komentar: